Pendidikan Holistik di Bumi Kalbar
oleh : WIlliam Chang
Memasuki abad ke-21, ratusan sekolah kecil dan program pendidikan berusaha menggabungkan pendidikan bersistem holistik, atau unsur-unsur pendidikan holistik, ke dalam kerja mereka di tengah dunia pelajar. Rentetan penyelidikan dalam dunia pendidikan dewasa ini erat terpaut dengan mutu dan efektivitas pendekatan-pendekatan holistik dalam proses pembelajaran jauh berbeda dari observasi-observasi sistematik dari para pendidik holistik dalam tahun 1800-an, yang lebih pada studi-studi kasus etnografis (terkait dengan kesukuan).
Pendidikan holistik lahir dalam sebuah konteks sosial, ekonomi, dan ekologi tertentu. Telah muncul beberapa pandangan tentang kelahiran pendidikan ini. Sistem pendidikan ini bukan peoduk baru karena sudah ada sejak dulu hingga kini. Ada yang berpendapat bahwa sistem pendidikan ini berasal dari J.J. Rousseau, Pestalozzi, Jung, Maslow, Paolo Freire. Namun ada yang menganggap bahwa sistem pendidikan ini adalah hasil perubahan paradigma kultural sejak tahun 1960-an.
Keadaan tahun 1960-an – 1970-an memiliki warna khas. Dalam kurun waktu ini terjadi krisis ekologi, peniadaan nuklir, polusi udara, keadaan keluarga, hilangnya komunitas-komunitas tradisional, nilai-nilai tradisional luntur, institusi-institusi tradisional lenyap, perambahan kekayaan alam terus-menerus padahal sumber kekayaan alam sangat terbatas. Masalah nilai-nilai dan pandangan kemanusiaan dalam gerakan pendidikan ini sangat kentara. Sekitar 7500-an sekolah dengan pendidikan. Nasionalisme dan lokalisme tradisional mendapat tantangan sebegitu kuat dan dianggap tidak memadai untuk berhadapan dengan realitas dunia. Kelahiran “wholism”, “whole earth ideas” terkait dengan keadaan hidup individual dan sosial dalam jamannya. Diharapkan manusia dapat berpikir global dan bertindak lokal. Tak heran kalau belakangan ini gencar dicanangkan etika glokal (etika yang bernilai global, tapi penerapannya berciri lokal).
Pendidikan holistik mengemban tugas khusus luhur. Pendidikan ini tidak hanya menggunakan sumber tunggal. Implikasi ilmu pengetahuan dalam hidup manusia masih bisa diperdebatkan. Dibandingkan dengan pendidikan konvensional, biasanya pendidikan ini bertugas merefleksikan dan menanggapi suatu pandangan baru dan yang telah diterima tentang bagaimanakah bisa menjadi lebih manusiawi secara lebih penuh? Walau begitu, gambaran tentang pendidikan holistik mencakup:
Nilai dan persepsi yang dianggap holistik mendapat perhatian. Proses menjadi lebih manusiawi (dalam diri manusia masih terdapat unsur hewani) – perkembangan integritas atau compassion (EQ). Dalam proses berpendidikan holistik dititikberatkan tujuan-tujuan, experiential learning, penggalian makna hubungan sosial, makna hubungan antara nilai-nilai manusiawi dan lingkungan pembelajaran. Bidang-bidang yang sering dianggap sebagai pendidikan holistik mencakup pengetahuan tentang manusia (humaniora), psikologi humanistik, psikologi transpersonal, pendidikan umum, spiritualitas dan pembelajaran
Pendidikan dalam bidang ini umumnya terkait dengan ekologi, emanisipasi (gender), keadilan sosial, karya sosial dalam bidang pendidikan. Ditekankan pentingnya cara pandang manusia yang berperspektif interdisipliner dan dalam suatu konteks keseluruhan yang dapat membantu manusia untuk lebih mengerti suatu masalah atau seseorang. Peserta didik berusaha mengerti sesuatu dalam jaringan hubungan dengan dimensi atau faktor lain. Bagaimanakah kita dapat menelaah dengan kritis budaya kaum muda kontemporer, kebudayaan computer dan kebudayaan internet. Sekarang kaum muda sedang memasuki n-generation. Makna konteks sosial, tradisional dan ekologi diangkat.
Pendidikan ini berusaha meninggalkan dikotomi klasik antara hati-otak, pengetahuan-agama, keindahan-fungsi, karena menimbulkan fragmentasi dalam hidup manusia. Dimensi gender tajam disoroti. Kesetaraan harkat dan manusia sebagai makhluk ciptaan luhur digaris-bawahi. Dimensi personal (kepribadian) manusia sungguh dihargai. Kesatuan manusia sebagai keterciptaan tak dapat dipungkiri. Tempat setiap manusia di dalam masyarakat dan tempat masyarakat di tengah-tengah dunia tetap dihargai.
Dimensi spiritualitas mendapat tempat utama dalam pendidikan holistik (Spiritual Quotient). Dimensi ini terkait dengan pandangan dan cara hidup. Hidup dan dunia pendidikan bukan sesuatu yang statis, melainkan dinamis atau dalam suatu proses perubahan. Dimensi inklusif pendidikan termasuk bagian dari pendidikan holistik. Pola pikir dan cara pandang eksklusif perlu dicermati dan disikapi.
Manusia belajar hidup bersama dengan yang lain. Ruang kelas dunia pendidikan seringkali dipandang komunitas. Pendidikan ini memberikan ruang yang luas untk mengembangkan hubungan-hubungan baik, terbuka, jujur, saling menghormati. Pendidikan ini tidak lagi mendahulukan kompetisi, namun proses saling endukung, kerja sama dalam saling pengertian. Hubungan baik antara pendidik dan peserta didik adalah cermin terbaik dalam dunia pendidikan ini.
Pendidikan ini mengembangkan metode-metode baru yang merefleksikan cara-cara terbaru demi perbaikan dan pengembangan hidup individual dan sosial. Kelas-kelas dalam pendidikan ini kecil, bercampur baur (asal-usul, mentalitas, usia), fleksibel (mutatis mutandis). Kebutuhan-kebutuhan dasar peserta didik sungguh diperhatikan dan ditanggapi dalam pendidikan holistik. Suatu sistem pendidikan yang terbuka bagi setiap manusia yang sungguh ingin menjadi lebih manusiawi.
Tiap pribadi menemukan identitas, makna dan tujuan dalam hidup manusia melalui hubungan dengan komunitas, alam dan nilai-nilai kerohanian, seperti belas kasih dan damai. Dalam dunia pendidikan ini telah terjadi pergeseran dari paham anthroposentrisme (manusia sebagai pusat) kepada kosmosentrisme (alam menjadi pusat). Manusia adalah salah satu dari sekian banyak anasir ciptaan dan bukan satu-satunya ciptaan.
Sudah waktunya daerah Kalimantan Barat menerapkan sebuah sistem pendidikan holistik, yang tidak hanya mencerdaskan anak-anak didik secara intelektual (Intelligence Quotient), tapi sanggup membina manusia yang cerdas dalam mengolah emosi (Emotional Quotient) dan meningkatkan dimensi kerohanian (Spiritual Quotient) yang sesungguhnya. Semua peserta didik memiliki kecerdasan majemuk.Pendidikan holistik adalah sebuah proses yang menelan tidak sedikit waktu, tenaga, pikiran, duit dan rancangan-rancangan yang lebih memanusiawikan manusia. Sebuah jaringan kerja sama, saling pengertian, dan kesetiakawanan memang sangat penting dalam mewujudkan sistem pendidikan holistik. (Praktisi Pendidikan).
Courtesy : Pontianak Post, 24 Desember 2011
DEPKOMINFO BEM-REMA