Rabu, 30 November 2011

Pendidikan Profesi Guru Tak Jelas



JAKARTA, KOMPAS.com — Pendidikan profesi guru dalam jabatan pertengahan 2011 ini terancam terkatung-katung. Lembaga pendidikan tenaga kependidikan (LPTK) yang ditunjuk pemerintah masih menunggu kejelasan pelaksanaan hingga pendanaan.


"Jika guru yang harus bayar, kasihan. Nanti hanya guru mampu yang ikut. Tidak adil.!!!"
-- Bedjo Sujanto

Wakil Ketua Asosiasi Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan Indonesia, Bedjo Sujanto, mengatakan, hingga kini belum ada kejelasan penanggung biaya pendidikan profesi guru (PPG) itu.

"Jika guru yang harus bayar, kasihan. Nanti hanya guru mampu yang ikut. Tidak adil," kata Bedjo yang juga Rektor Universitas Negeri Jakarta, Senin (21/2/2011).

Hal sama diungkapkan Rektor IKIP PGRI Semarang, Muhdi.

"Banyak yang belum jelas, apakah guru mendaftar langsung ke LPTK atau dinas pendidikan. Juga soal biaya. Kami tunggu kepastian pemerintah, baru menjaring peserta PPG," kata dia.

Pendidikan profesi guru yang dimaksud hanya bisa diikuti guru-guru dalam jabatan yang masuk database Kementerian Pendidikan Nasional dan Kementerian Agama. Untuk guru SD memenuhi kualifikasi pendidikan D-IV/S-1, PPG enam bulan. Adapun guru SMP/SMA sederajat atau guru bidang studi butuh satu tahun.

Penyelenggaraan PPG untuk mempercepat penyelesaian sertifikasi guru yang harus tuntas tahun 2015. November tahun lalu, tercatat 800.000 dari 2,6 juta guru yang disertifikasi lewat penilaian berkas (portofolio).

Pelaksanaan sertifikasi lewat penilaian portofolio, juga pendidikan dan latihan profesi guru (PLPG) sekitar sembilan hari dibiayai penuh pemerintah. Untuk PPG guru dalam jabatan, justru guru yang harus membiayai sendiri.
READ MORE - Pendidikan Profesi Guru Tak Jelas

Read more...

Sabtu, 26 November 2011

Pendidikan Karakter Harus Mulai dari Rumah Tangga



Jakarta, (Kominfo) - Kementerian Pendidikan Nasional dan Kebudayaan menegaskan untuk membuat karakter peserta didik itu tidak mudah, tapi juga harus ada kementerian lainnya yang mendukung. Ini tugas yang sangat berat yang harus dilakukan secara bersama-sama.
"Jadi pendidikan karakter itu harus dimulai dari rumah tangga sampai lembaga pendidikan. Kami di Kemdikbud sekarang sudah merumuskan bagaimana kebijakan-kebijakan yang akan kita lakukan ke depan," ujar Wamendikbud Bidang Pendidikan Musliar Kasim, saat berbicara dihadapan peserta Rakornas Kominfo di Hotel Ciputra, Jakarta, Rabu, (9/11).
Dengan tema : "Strategi Memperkuat Karakter Bangsa Melalui Dunia Pendidikan Nasional."
Tapi kata dia, yang sangat penting adalah bagaimana menjadikan pembiasaan karakter dalam kehidupan sehari-hari, tidak hanya ilmunya saja. Tapi bagaimana nilai budi pekerti itu kita biasakan dalam kehidupan sehari-hari, Salah satu contoh bagaimana membiasakan jujur kepada anak-anak.
Bagaimana lanjut Musliar, kalau kita berikan pekerjaan rumah apakah dia mau mengerjakan tugas sendiri, tidak apa-apa walaupun nilainya rendah tapi hasil mengerjakan sendiri.
Kemudian bagaimana dalam saat Ujian Nasional (UN) bisa tidak siswa SMA dalam satu kelas ada 20 orang, ketika ujian kita tinggalkan tidak menyontek. Saat ini pada waktu UN dijaga oleh 2 guru pengawas tapi siswa masih bisa menyontek, "Ini khan kebiasaan yang tidak kita jalankan sehari-hari," katanya.
Kemudian lanjutnya, kita juga akan membuat gerakan mempunyai budi pekerti yang baik, kemudian gerakan kebersihan. Minggu lalu kami diundang oleh Komite Pendidikan yang diketuai Wakil Presiden, akan dilakukan gerakan nasional soal kebersihan.
"Kami diminta dari aspek pendidikan, bagaimana gerakan nasional kebersihan dimulai dari satuan pendidikan, kalau dahulu kita di SD dari kecil sudah diberi tugas piket membersihkan kelas, dan ada guru piket, membawa taplak meja dari rumah," katanya.
Tapi kata dia, sekarang sudah berubah, karena sekolah sudah bertaraf internasional, semuanya serba dikerjakan oleh petugas kebersihan sekolah, begitu juga untuk membuang sampah, anak-anak gampang saja membuang sampah, karena sudah ada petugas membuang sampah. "Jadi nanti kegiatan seperti ini akan dimulai lagi dari sejak dini," katanya.
Kami di Kemdikbud yang selalu kami sitir dari tokoh bapak pendidikan nasional Ki Hajar Dewantara, yang mengatakan pendidikan adalah daya upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti dan tubuh anak, bagian-bagian tersebut tidak boleh dipisahkan agar kita dapat memajukan kesempurnaan hidup anak-anak tersebut.
"Jadi antara budi pekerti dan fisik serta intelektual ada di sana, harus dikembangkan secara bersamaan, jangan hanya ilmunya saja kita kembangkan tanpa mengembangkan budi pekerti dan fisiknya, itu tidak akan ada artinya," tegasnya.
Kami di Kemdikbud ketika itu sudah merumuskan visinya Anak Indonesia yang Cerdas yang komprehensif, yaitu empat kecerdasan yang harus dimilikinya, yaitu kecerdasan spiritual, kecerdasan emosional, kecerdasan intelektual dan kecerdasan kognitif/raganya.
Wamendikbud sangat memberikan apresiasi yang tinggi kepada Kementerian Kominfo yang sudah melaksanakan Rakornas ini dengan meriah sekali.
Pada Rakornas ini juga dilakukan penandatangan MoU antara Menkominfo dengan beberapa Kementerian untuk berbagai kegiatan yang akan dilakukan ke depan.
READ MORE - Pendidikan Karakter Harus Mulai dari Rumah Tangga

Read more...

Selasa, 15 November 2011

Panduan Sisfo STKIP-PGRI Pontianak 2011


Berikut dilampirkan Panduan Sisfo STKIP-PGRI Pontianak 2011 dalam format suatu aplikasi yang berisi :
1. Cara mengisi KRS
2. Cara melihat nilai
3. Cara mengganti password sisfo
Panduan berikut dibuat oleh pihak lembaga STKIP-PGRI Pontianak untuk mempermudah mahasiswa STKIP-PGRI Pontianak dalam menggunakan fasilitas sisfo kampus.

DOWNLOAD PANDUAN SISFO
READ MORE - Panduan Sisfo STKIP-PGRI Pontianak 2011

Read more...

Senin, 14 November 2011

Ujung Tombak Penjaminan Mutu Pendidikan

Oleh: Ardiani Mustikasari, S.Si, M.Pd

Mutu Pendidikan sudah lama menjadi bahan perbincangan. Tidak dapat dipungkiri bahwa mutu pendidikan di Indonesia belum menggembirakan. Kondisi sekolah, seperti kurikulum sekolah yang tidak disahkan dan direview, banyaknya peserta didik yang belum dapat mencapai kompetensi yang diharapkan, proses pembelajaran yang belum sesuai standar, partisipasi masyarakat yang semakin menurun, kerusakan gedung sekolah, kurangnya kualitas guru di daerah, serta masalah pemerataan guru masih banyak dijumpai.


Sebagai komitmen terhadap mutu, pemerintah merancang sistem penjaminan mutu pendidikan (SPMP). SPMP dituangkan dalam Permendiknas No. 63 tahun 2009. Dalam Permendiknas tersebut dinyatakan bahwa “Penjaminan mutu adalah serangkaian proses dan sistem yang terkait untuk mengumpulkan , menganalisis, dan melaporkan data mutu tentang kinerja staf, program, dan lembaga” . Dengan demikian dalam rangka mengimplementasikan SPMP diawali dengan kegiatan mengumpulkan data berdasarkan kondisi real untuk mendapatkan data yang valid. Data yang terkumpul akan dianalisis dan dilaporkan, dan digunakan sebagai sumber data dalam menyusun program atau kebijakan selanjutnya. Akhirnya akan tersusun program-program dari data yang buttom up, sesuai kebutuhan dan tepat sasaran bagi peningkatan mutu pendidikan. Kegiatan ini dilakukan terus menerus untuk menciptakan budaya mutu.

Sekolah adalah ujung tombak penjaminan mutu. Namun demikian keberhasilan implementasi SPMP tidak hanya tanggung jawab satu lembaga atau satu individu saja. Implementasi SPMP diperlukan komitmen dari berbagai pihak terkait. Dapat dikatakan quality is everybody bisnis atau mutu adalah tanggung jawab setiap orang.

Berkaitan dengan perannya sebagai ujung tombak penjaminan mutu, sekolah wajib mengoperasionalkan delapan standar nasional pendidikan yang meliputi: Standar Isi, Standar Kompetensi Lulusan, Standar Penilaian, Standar Proses, Standar Pengelolaan, Standar Sarana dan Prasarana, Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan, serta Standar Pembiayaan. Kedelapan Standar Nasional Pendidikan inilah yang dijadikan sebagai acuan mutu pendidikan. Dalam PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan dinyatakan bahwa “Dalam rangka melakukan penjaminan mutu pendidikan pemerintah menetapkan standar nasional pendidikan”. Dengan demikian sekolah wajib mencapai atau melampaui delapan standar nasional pendidikan tersebut. Dokumen delapan standar nasional pendidikan menjadi dokumen wajib bagi sekolah untuk dimiliki, dikaji, dianalisis dan diimplementasikan di sekolah.

Kegiatan yang dapat dilakukan oleh sekolah dalam mengimplementasikan SPMP, diantaranya adalah melakukan Evaluasi Diri Sekolah (EDS). EDS adalah proses evaluasi diri yang didorong secara internal oleh sekolah itu sendiri dengan melibatkan pemangku kepentingan guna melihat kinerja sekolah terhadap pencapaian SPM dan SNP yang hasilnya dipakai sebagai dasar dalam peningkatkan mutu proses belajar mengajar dan hasil belajar siswa yang terumuskan dalam RKS.

Sekolah melakukan EDS karena merasa perlu mengevaluasi kinerjanya terhadap pencapaian standar nasional pendidikan. EDS dilakukan oleh sekolah dan untuk sekolah. Jadi EDS dilakukan karena komitmen dari pihak sekolah sendiri untuk selalu memperbaiki dan mengembangkan sekolahnya, bukan karena tuntutan pihak luar, misal karena dikejar-kejar atau diminta laporan oleh pihak dinas atau LPMP.

Sebagian sekolah telah melaksanakan EDS. Beberapa hal yang perlu ditindaklanjuti dalam pelaksanaan EDS adalah sebagai berikut: 1) Keterlibatan komite dan orang tua belum optimal; 2) Pembinaan pengawas ke sekolah binannya belum optimal; 3) Kemampuan mengoperasikan computer pada beberapa sekolah masih kurang; 4) Adanya sekolah yang tidak memiliki komitmen untuk melakukan EDS.

Komite dan wakil orang tua sebagai anggota tim pengembang sekolah belum optimal melakukan tugasnya. Komite dan wakil orang tua di beberapa sekolah sekedar menghadiri kegiatan pengisian instrument EDS, tetapi tidak terlibat memberikan sumbangan-sumbangan pemikiran untuk mengisi dan menganalisis instrument EDS. Bahkan beberapa sekolah merasa enggan untuk melibatkan komite dan wakil orang tua karena beranggapan tidak ada artinya pelibatan mereka. Untuk itu perlu perubahan pola pikir dari pihak sekolah bahwa keterlibatan komite dan orang tua ini sangat dibutuhkan dalam melakukan EDS. Tidak hanya sekedar tertulis dalam SK, penunjukan komite dan wakil orang tua harus yang benar-benar memiliki komitmen dan kapasitas untuk turut mengembangkan sekolah melalui kegiatan EDS. Dengan keterlibatan komite dan orang tua membuat mereka memahami kondisi sekolah dan kondisi yang harus dicapai sekolah, yang selanjutnya dapat memunculkan komitmen dan tanggung jawab yang lebih tinggi untuk turut serta mengembangkan sekolahnya.

Peran pengawas dalam implementasi EDS di satuan pendidikan dapat dikatakan belum optimal, meskipun tidak terjadi pada semua pengawas. Ada sebagian pengawas yang tidak benar-benar mendampingi sekolah binaannya untuk mengisi dan menganalisis EDS. Bahkan dijumpai pengawas yang belum memahami apa, mengapa dan bagaimana EDS. Sementara pengawas merupakan anggota tim pengembang sekolah, peran pengawas adalah membina sekolah dalam melakukan EDS sekaligus memonitor valid atau tidaknya data EDS, karena data ini akan digunakan sebagai dasar dalam penyusunan laporan monitoring sekolah oleh pemerintah daerah (MSPD). Dengan demikian keterlibatan pengawas dalam melakukan EDS mempermudah tugasnya dalam menyusun MSPD.

Kurangnya penguasaaan ICT juga menjadi kendala dalam pelaksanaan EDS. Khususnya pada jenjang pendidikan dasar. Keterbatasan SDM dalam mengoperasikan komputer menyebabkan kesulitan untuk menyelesaikan EDS. Kondisi yang dijumpai adalah sebagian sekolah memiliki hard copi laporan EDS tetapi file tidak ditemukan bahkan sudah tidak tersimpan lagi, ini menjadi kendala dalam memperbaiki data. Penguasaan ICT mendukung keterlaksanaan EDS, apalagi dengan adanya instrument EDS online yang harus diisi oleh sekolah berdasarkan EDS manual. Selain itu beberapa sekolah yang telah memiliki fasilitas on line mempermudah komunikasi dengan pendampingan, melalui pemanfaatan email, chatting, web/blog, facebook dan sebagainya sehingga EDS terlaksana lebih optimal.

Sementara itu sekolah yang memiliki sumber daya memadai tetapi tidak ada komitmen untuk melakukan EDS juga menjadi kendala. Sejak awal sekolah tidak merespon program EDS, karena belum merasakan manfaat dari EDS. Hal tersebut membutuhkan kerjasama yang lebih erat dan komunikasi yang lebih intensif antara pendamping, pengawas dan pihak sekolah.

Dengan perannya sebagai ujung tombak penjaminan mutu, sekolah memerlukan dukungan dari berbagai pihak terkait. Beberapa kegiatan yang tidak dapat ditindaklanjuti oleh sekolah tentunya akan ditindak lanjuti oleh pemerintah daerah baik kab/kota, propinsi, maupun pemerintah pusat, termasuk LPMP sesuai dengan kewenangannya masing-masing.

Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan (SPMP) benar-benar harus terpahami dan terinternalisasi pada diri setiap pemangku kepentingan. Sudah saatnya untuk mengubah pola kerja yang berorientasi kuantitas atau keterlaksanaan tugas menuju orientasi mutu / kualitas. Sampai saat ini kita masih merasakan bahwa program-program yang dilakukan berbagai instansi terkait masih sekedar berjalan atau hanya mencapai target kuantitas. Budaya mutu yang seharusnya dibangun tidak hanya di sekolah belum tercipta.

Dari uraian di atas dapat dinyatakan bahwa sistem penjaminan mutu pendidikan dapat terimplementasi sesuai yang diharapkan dan mampu meningkatkan mutu pendidikan ketika ada komitmen dari semua pihak terkait. Sekolah meningkatkan perannya sebagai ujung tombak penjaminan mutu pendidikan. Instansi terkait lainnya menjalankan peran sesuai wewenangnya masing-masing. Bersama-sama membangun budaya mutu. Hal tersebut bukan sebuah pekerjaan yang semudah membalikkan telapak tangan, tetapi membutuhkan kerja keras dan usaha. Karena tidak akan ada artinya ketika sistem sudah baik tetapi SDM yang ada tidak memiliki komitmen untuk mencapai mutu.

Source : http://edu-articles.com
Editor : DEPKOMINFO BEM REMA
READ MORE - Ujung Tombak Penjaminan Mutu Pendidikan

Read more...

Minggu, 13 November 2011

Pemprov Kalbar Gagal Angkat Pendidikan

TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, PONTIANAK - Fraksi Demokrat DPRD Provinsi Kalbar menilai Pemprov gagal membangun Pendidikan di Kalbar. Sebagai indikasinya hanya 23 ribu dari total 70 ribu guru yang belum memiliki kualifikasi strata satu.

"Kami dari Fraksi Demokrat mendorong Pemerintah Provinsi Kalbar untuk kuliah percepatan agar para guru memenuhi standar. Sampai tahun 2014 sesuai peraturan pemerintah. Lalu delapan orang yang telah mengharumkan Kalbar didunia internasional dengan prestasi dibidang studi tetapi tidak ada anggaran khusus untuk pembinaan," ujar Mijino dalam pandangan fraksi.

Lalu, SMKN 3 Pontianak telah meraih ISO 9001 : 2008, pada 24 Oktober 2011 oleh lembaga Sucofindo. Pemerintah harusnya memberikan dukungan dalam bentuk kebijakan standar mutu pendidikan secara internasional.

"Akhir-akhir ini juga anak didik di Kalbar pada waktu sekolah bermain game online, berkeliaran di mall, atau terlibat narkoba. Dan minum-minuman keras. Perlu ada kebijakan menertibkan ini oleh Pemprov walaupun itu berada di kabupaten/kota," imbuhnya.

Diperparah dengan plafon anggaran SKPD Dinas Pendidikan hanya Rp 31,2 miliar atau sekitar hanya sekita 3 persen dari total belanja langsung senilai Rp 911,9 miliar.

"Maka perlu ditingkat sesuai dengan standar prioritas pembangunan Kalbar yang menempatkan pendidikan menjadi utama. Pendidikan tidak boleh dianggap enteng, ini meningkatkan kecerdasan SDM Kalbar," tegasnya.

Source : Tribun Pontianak
DEPKOMINFO BEM REMA STKIP-PGRI Pontianak
READ MORE - Pemprov Kalbar Gagal Angkat Pendidikan

Read more...

Pemerintah Akan Standarkan Gaji Guru



JAKARTA - Salah satu isi di rancangan peraturan pemerintah (PP) tentang tenaga honorer ialah standarisasi gaji guru honorer di sekolah swasta. Hal tersebut diutarakan Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pendidikan dan Penjaminan Mutu Pendidik (BPSDM dan PMP) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Syawal Gultom.

Dia mengatakan, meskipun guru itu bekerja di sekolah swasta namun guru itu adalah profesi dan bukan pekerja biasa yang harus dihargai dengan kesejahteraan. Oleh karena itu dalam PP yang saat ini sudah ditangan Sekretariat Negara (Sekneg), Syawal menjelaskan, akan ada standarisasi gaji bagi guru swasta.

Pemerintah daerah pun tidak dapat menolak kebijakan ini dengan alasan otonomi daerah karena PP ini akan mewajibkan pemerintah daerah untuk untuk membuat peraturan daerah (perda) sehingga harus diikuti oleh semua sekolah.

"Guru itu ikut mensejahterakan bangsa. Janganlah menganggap mereka sebagai pekerja biasa. Mereka adalah profesi yang harus dihargai. Mengenai kapan rancangan PP ini disahkan kami di Kemendikbud juga masih menunggu jawabannya. Insya Allah dalam waktu yang tidak terlalu lama," katanya di gedung Kemendikbud, Kamis (3/11/2011).

Menurutnya, standarisasi gaji ini akan menjadi syarat wajib pendirian suatu sekolah swasta. Nantinya pihak yayasan harus memberikan gaji minimal diatas upah minimum provinsi (UMP). Sebagai putra daerah Syawal sudah merintis kebijakan ini di Medan namun masih sekedar himbauan. Akan tetapi imbauan ini akan didorong hingga menjadi sebuah perda yang mewajibkan sekolah tidak asal mendirikan sekolah dan memberikan gaji rendah kepada tenaga pendidik.

Sementara itu, dalam audiensi dengan Forum Honorer Indonesia baru-baru ini, Kepala Pengembangan Profesi Pendidik BPSDMP dan PMP Kemendikbud Unifah Rosyidi menjelaskan, kendala pemerintah pusat untuk meningkatkan kesejahteraan bagi guru honorer dan swasta adalah adanya otonomi daerah.

"Kemendikbud dapat dengan mudah membuat peraturan namun kewenangan tentang guru contohnya pengangkatan guru baru masih dipegang oleh daerah," ujarnya.

Mantan Ketua PGRI ini menyebut, Kemendikbud sudah sering berdialog dengan Kementerian Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan dan RB) untuk menanyakan kapan PP itu disahkan.

Oleh karena itu dirinya meminta Forum Honorer Indonesia dan juga para guru untuk menanyakan juga ke Kemenpan dan RB dan lintas kementerian lain untuk bersama-sama mendorong agar PP itu segera terwujud
READ MORE - Pemerintah Akan Standarkan Gaji Guru

Read more...

  © Blogger templates The Professional Template by BEM REMA STKIP-PGRI Pontianak 2011

Back to TOP